Mahasiswi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Poltekkes Kemenkes Makassar

Sabtu, 24 Maret 2018

PEDOMAN KERJA DI LABORATORIUM SECARA UMUM


Tugas Individu
Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Dosen  Pengampu : Hj. Syahidah Djasang, SKM., M.MKes.


PEDOMAN KERJA DI LABORATORIUM SECARA UMUM




OLEH :

Nama              : Ainan Dwi Lestari Sunardi
NIM                 : P0713203171003


PRODI D-III ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2017



KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pedoman Kerja Di Laboratorium Secara Umum yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penulis sendiri maupun yang datang dari luar. Namun dengan pertolongan Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa(i) Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada dosen pengampu kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami pada tugas selanjutnya dan begitu pula kritik dan saran dari para pembaca.

Makassar, 23 Oktober 2017


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.     Latar Belakang ............................................................................. .... 1
1.2.     Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3.     Tujuan ........................................................................................... ... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1.     Fasilitas Laboratorium ....................................................................... 4
2.2.     Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja .................................... 5
2.3.     Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan dan Pencegahannya ............................................................................................................ 6
2.4.     Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja .................................................................................................. 15
2.5.     Pedoman Cara Kerja di Laboratorium Secara Umum ..................... 19
BAB III PENUTUP
3.1.     Kesimpulan ................................................................................... .... iv
3.2.     Saran ................................................................................................. iv
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Diantara sarana kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alatalat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium Kesehatan.

1.2.     Rumusan Masalah
Bagaimana prosedur kerja di labortorium secara umum?

1.3.     Tujuan
Mengetahui prosedur kerja di laboratorium secara umum



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Fasilitas Laboratorium
·                Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
·                Desain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat.
·                Desain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
·                Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
·                Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendungbendung talam.
·                Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
·                Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar. - Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).

2.2.     Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
·                Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
·                Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
·                Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

2.3.     Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan dan Pencegahannya
A.        Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu:
1)        Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien.
2)        Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
                                                                                                  
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok:
1)        Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a)         Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b)         Lingkungan kerja
c)         Proses kerja
d)         Sifat pekerjaan
e)         Cara kerja
2)        Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a)         Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b)         Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c)         Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
d)         Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
1)        Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.
a)         Akibat :
·           Ringan → memar
·           Berat → fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
b)         Pencegahan :
·                Pakai sepatu anti slip
·                Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
·                Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya
·                Pemeliharaan lantai dan tangga
2)        Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomic.
a)         Akibat :
Ccedera pada punggung
b)         Pencegahan :
·                Beban jangan terlalu berat
·                Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
·                Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
·                Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat
3)        Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium
a)         Akibat :
·                Tertusuk jarum suntik
·                Tertular virus AIDS, Hepatitis B
b)         Pencegahan :
·                Gunakan alat suntik sekali pakai
·                Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip)
·                Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup
4)        Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
a)         Akibat :
·                Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian
·                Timbul keracunan akibat kurang hati-hati
b)         Pencegahan :
·                Konstruksi bangunan yang tahan api
·                Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
·                Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
·                Sistem tanda kebakaran
Ƙ   Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
Ƙ   Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
·                Jalan untuk menyelamatkan diri
·                Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran
·                Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman
B.        Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Laboratorium Kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll).
1)        Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada pelayanan kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi
Pencegahan:
·                Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi
·                Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi
·                Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
·                Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar
·                Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
·                Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
·                Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai
·                Kebersihan diri dari petugas
2)        Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan:
·                ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium
·                Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol
·                Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar
·                Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa
·                Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar
3)        Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4)        Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
·                Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
·                Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja
·                Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
·                Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar
·                Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani
Pencegahan:
·                Pengendalian cahaya di ruang laboratorium
·                Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai
·                Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
·                Pengaturan jadwal kerja yang sesuai
·                Pelindung mata untuk sinar laser
·                Filter untuk mikroskop
5)        Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress:
·                Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
·                Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton
·                Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja
·                Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal

2.4.     Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
A.        Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain:
1)        UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
2)        Petugas kesehatan dan non kesehatan
3)        UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4)        UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
5)        Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan
6)        Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
7)        Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll
B.        Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain:
1)        Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2)        Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3)        Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4)        Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5)        Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya
C.        Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control)
1)        Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2)        Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3)        Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
D.        Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1)        Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
·                Anamnese umum
·                Anamnese pekerjaan
·                Penyakit yang pernah diderita
·                Alrergi ¸ Imunisasi yang pernah didapat
·                Pemeriksaan badan
·                Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
·                Tuberkulin test
·                Psiko test
2)        Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3)        Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

2.5.     Pedoman Cara Kerja di Laboratorium Secara Umum
A.        Mengenal Bahan
Bahan kimia yang banyak digunakan dalam praktikum dapat dikenali dengan berbagai cara, di antaranya sifatnya dan fasanya ataupun melalui penginderaan seperti baunya. Sifat yang paling umum adalah bersifat asam, basa, dan bentuk garam. Setiap kelompok ini juga dapat dibagi lagi menjadi asam kuat, asam lemah, basa kuat, basa lemah,garam netral, garam bersifat basa dan garam bersifat asam. Fasa bahan kimia dapat berbentuk padatan, cairan, dan gas.  Bahan kimia berbentuk padatan dapat dibagi lagi menjadi bentuk kristal dan serbuk. Bentuk cairan misalnya semua pelarut organik. Bentuk gas misalnya NH3, CO2, dan H2S. Selain dengan cara di atas bahan juga dapat dikenali dengan menggunakan indera misalnya tembaga sulfat bentuk kristal warna biru, iodium bentuk kristal berwarna coklat ungu. Akan tetapi hanya dengan cara melihat bentuknya atau membaui, terbatas hanya pada sebagian kecil bahan dan hanya bagi orang yang sudah terbiasa bekerja dengan bahan kimia. Sebelum mengenali bahan sebaiknya dikenali dulu sifatnya dengan melihat simbol bahaya yang biasa tercantum pada label. Berikut beberapa simbol bahan-bahan yang berbahaya:
1)        Harmful (Berbahaya)
Bahan kimia iritan menyebabkan luka bakar pada kulit, berlendir, mengganggu sistem pernafasan. Semua bahan kimia mempunyai sifat seperti ini (harmful) khususnya bila kontak dengan kulit, dihirup atau ditelan.
2)        Toxic (Beracun)
Produk ini dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius bila bahan kimia tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, menghirup uap, bau atau debu, atau penyerapan melalui kulit.
3)        Corrosive (Korosif)
Produk ini dapat merusak jaringan hidup, menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal bahkan dapat menyebabkan kulit mengelupas.
4)        Flammable (Mudah Terbakar)
Senyawa ini memiliki titik nyala rendah dan bahan yang bereaksi dengan air atau membasahi udara (berkabut) untuk menghasilkan gas yang mudah terbakar (seperti misalnya hidrogen) dari hidrida metal. Sumber nyala dapat dari api Bunsen dan permukaan metal panas.
5)        Explosive (Mudah Meledak)
Produk ini dapat meledak dengan adanya panas, percikan bunga api, guncangan atau gesekan. Beberapa senyawa membentuk garam yang eksplosif pada kontak (singgungan dengan logam atau metal).
6)        Oxidator (Pengoksidasi)
Senyawa ini dapat menyebabkan kebakaran. Senyawa ini menghasilkan panas pada kontak dengan bahan organik dan agen pereduksi (reduktor) api listrik, dan lain-lain.
Berbagai contoh bahan kimia dengan fasa yang berbeda:
Padatan
Cairan
Gas
Ammonium Asetat
Alkohol
Ammoniak
Ammonium Hidroksida
Asam Asetat
Fluor
Ammonium Karbonat
Aseton
Formaldehid
Barium Klorida
Asam Fospat
Hidrogen
Kalium Karbonat
Asam Klorida
Hidrogen Disulfida
Kalium Klorida
Asam Nitrat
Karbondioksida
Kupri Asetat
Asam Sulfat
Klor
Kupri Sulfat
Benzena
Nitrogen Dioksida
Natrium Hidroksida
Karbondisulfida
Nitrogen Oksida
Natrium Klorida
Karbontetraklorida
Oksigen
B.        Mengenal Bahan
Proses penuangan bahan kimia merupakan kegiatan yang sering dilakukan dan memerlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri. Bacalah terlebih dahulu label pada botol agar tidak terjadi kesalahan.
Adapun cara menuangkan bahan kimia berbentuk padat adalah sebagai berikut:
·               Peganglah botol dengan bagian yang berlabel di letakan pada permukaan tangan
·               Miringkan botol secara per- lahan hingga bahan kimia keluar ke dalam tutup botol
·               Ketuk tutup botol secara perlahan dengan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk sehingga bahan kimia yang terdapat pada tutup jatuh ke wadah yang telah disediakan. Ketuk secara perlahan spatula atau sendok dengan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk agar bahan kimia padat jatuh ke wadah yang diinginkan
Cara lain untuk menuangkan  bahan kimia padat dari dalam botol dapat dilakukan secara langsung, yaitu:
·               Buka tutup wadah bahan kimia padat yang akan dipindahkan
·               Miringkan botol  secara perlahan dan guncang atau ketuk sehingga bahan kimia  padat yang ada di dalamnya jatuh ke arah wadah yang diinginkan
·               Setelah diperoleh jumlah yang diinginkan,  tutup kembali wadah bahan kimia padat tersebut
Untuk menuangkan bahan cair juga memerlukan ketelitian dan kehati-hatian. Menuangkan bahan cair dapat dilakukan dengan cara berikut:
·               Bacalah label bahan pada botol dengan teliti agar kita yakin akan bahan yang diambil.
·               Peganglah botol sedemikian rupa sehingga label botol terletak pada telapak tangan.
·               Basahi tutup botol dengan bahan di dalam botol dengan cara botol dimiringkan. Hal ini untuk memudahkan melepas tutup botol.
·               Jika akan menuangkan, buka botol dan jepitlah tutup botol di antara jari
·               Tuangkan bahan cair dengan bantuan batang pengaduk
Bila menuangkan ke dalam gelas ukur, botol bahan dimiringkan secara langsung dengan tutup botol dijepit di antara jari atau dengan cara ditampung terlebih dahulu di dalam gelas kimia kemudian dituangkan ke dalam gelas ukur sesuai dengan volume yang diinginkan. Jangan sekali-kali menuangkan cairan bahan kimia dari botol ke dalam gelas ukur yang diameternya lebih kecil dari mulut botol. Dengan kata lain mulut botol yang berisi bahan yang dituangkan harus lebih sempit dari mulut botol penampungnya.
C.        Mengenal Bahan
Ada beberapa jenis timbangan mulai dari yang sederhana hingga yang sangat canggih dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Namun secara umum perhatikanlah bahwa timbangan di laboratorium umumnya sangat peka karena bahan yang ditimbang sedikit, hanya beberapa gram saja, jadi berbeda dengan cara menimbang di pasar. Menimbang dapat dilakukan dengan cara berikut:
·               Bersihkan neraca dan piring neraca dari sisa bahan
·               Setimbangkanlah neraca agar jarum menunjukkan angka nol dengan cara menggeser sekrup pengatur
·               Timbang tempat bahan dengan cara meletakkannya pada piring timbangan, lalu catat beratnya
·               Masukkan bahan yang akan ditimbang ke dalam tempat bahan tadi, lalu timbanglah sesuai dengan yang diperlukan ditambah berat tempat bahan. Timbanglah sampai benar-benar setimbang
·               Setelah selesai menimbang, kembalikan semuanya pada posisi awal yaitu pada skala nol dan penahan piring neraca dinaikkan piring neraca tidak bergoyang, lalu bersihkan timbangan dan kembalikan ke tempat semula.
Neraca memiliki beberapa tipe dan secara garis besar dibagi menjadi nerca halus (kapasitas kecil) dan neraca kasar (kapasitas tinggi). Hal penting yang harus diperhatikan sebelum menimbang adalah memperhatikan kapasitas neraca. Janganlah menimbang melebihi kapasitas neraca.
D.        Mengukur Volume Bahan Cair
Mengukur volume dapat dilakukan dengan menggunakan gelas ukur atau pipet ukur. Gunakanlah selalu peralatan yang bersih supaya tidak ada bahan yang tersisa pada alat ukur. Mengukur volume bahan cair dengan gelas ukur dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·               Gunakanlah gelas ukur yang ukurannya sesuai dengan volume bahan yang akan diukur
·               Bacalah skala pada gelas ukur dan tentukan harga setiap skala, misalnya tiap skala 0,1
·               Isilah gelas ukur dengan bahan yang akan diukur volumenya.
·               Bacalah skalanya sesuai dengan yang diinginkan. Pembacaan skala harus lurus dengan mata. Perhatikan permukaan zat cair yang diukur. Bila permukaan cekung, dibaca pada bagian terbawah permukaan. Bila permukaannya cembung, bacalah pada permukaan yang paling atas
·               Jika volume yang diinginkan sudah tepat, tuangkan ke dalam wadah yang lain dan jangan lupa bersihkan kembali gelas ukur yang telah dipakai
Jika mengukur volume bahan cair dengan menggunakan pipet ukur, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·               Pilihlah pipet ukur yang sesuai volumenya dan benar-benar bersih
·               Bilas dengan air suling kemudian dengan zat cair yang akan diukur volumenya
·               Isaplah zat cair yang akan diukur sampai di atas garis batas (jangan mengukur bahan berbahaya dengan cara ini) tetapi gunakan pipet dengan pengisap karet
·               Tutup ujung pipet dengan telunjuk, kemudian angkat. Keringkan ujung pipet dengan kertas saring dan turunkan permukaan zat cair dengan cara membuka ujung telunjuk secara hati-hati sampai tanda volume
·               Masukkan zat cair ke dalam tempat yang disediakan. Jangan lupa mencuci kembali alat ukur yang digunakan
E.        Menyaring
Untuk menyaring dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·               Gunakan kertas saring yang sesuai dengan yang diinginkan
·               Bentuklah kertas saring sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran corong. Penyobekan bagian bawah kertas saring yang dilipat adalah untuk memberikan udara sehingga proses penyaringan berjalan lancar
·               Tempatan kertas saring pada corong dan basahilah kertas saring dengan air suling sehingga benar-benar melekat
·               Pasang corong pada statif dan masukkan ke dalam penampungan filtrate
·               Tuangkan campuran yang akan disaring ke atas corong, hati-hati jangan sampai melebihi kertas saring
F.         Memanaskan
Adapun beberapa cara memanaskan bahan antara lain:
1)        Cara pemanasan larutan dalam tabung reaksi
Pemanasan tabung reaksi sering dilakukan dalam suatu percobaan di laboratorium. Ada banyak reaksi yang harus dilakukan pemanasan untuk mempercepat proses reaksi. Tata cara melakukan pemanasan tabung reaksi adalah:
·                Isi tabung reaksi sebagian saja, sekitar sepertiganya
·                Api pemanas terletak pada bag bawah larutan
·                Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata
·                Arah mulut tabung reaksi pada tempat yang kosong agar percikannya tidak mengenai orang lain
2)        Cara memanaskan dengan gelas kimia
Pemanasan yang dilakukan menggunakan gelas kimia (bukan tabung reaksi) maka harus memperhatikan aturan sebagai berikut:
·                Gunakan kaki tiga sebagai penopang gelas kimia tersebut
·                Letakkan batang gelas atau batu didih pada gelas kimia untuk menghindari pemanasan mendadak
·                Jika gelas kimia tersebut berfungsi sebagai penas air, isikan air seperempatnya saja supaya tidak terjadi tumpahan
G.        Mensterilkan
Mensterilkan atau sterilisasi adalah proses pemusnahan semua bentuk kehidupan. Suatu obyek dikatakan steril artinya bebas dari mikroorganisme. Proses sterilisasi bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti cara fisik, yaitu dengan suhu panas dan radiasi ultra violet atau sinar x atau dengan cara kimiawi, yaitu dengan menggunakan bahan kimia. Sterilisasi dengan suhu panas dapat berupa udara kering atau dengan uap bertekanan. Cara yang paling sering digunakan adalah sterilisasi dengan menggunakan uap panas bertekanan. Alat sterilisasi dengan menggunakan uap panas bertekanan disebut dengan autoclave.
Autoclave memiliki berbagai model dengan cara kerja yang berbeda dan pemanasan menggunakan gas ataupun listrik. Namun prinsipnya sama yaitu semua objek yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas buram, kemudian diikat dengan benang kasur dan dimasukkan ke dalam autoclave dan panaskan kemudian tutup katup tekanan sehingga suhu yang diinginkan dicapai. Biarkan pada suhu yang diinginkan sesuai dengan waktu sterilisasi yang diperlukan. Lamanya sterilisasi tergantung pada obyek yang akan disterilkan dan volumenya.



BAB III
PENUTUP

3.1.     Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut. Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai cara kerja laboratorium antara lain sebagai berikut:
·                Mengenal bahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya mengenali sifat dan fasanya ataupun melalui penginderaan seperti baunya serta memperhatikan simbol yang tertera
·                Menuangkan bahan memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dan memiliki procedural yang berbeda antara bahan padat dan bahan cair
·                 Menimbang harus dilakukan dengan kecermatan dan memperhatikan kapasitas alat yang digunakan sehingga tidak melebihi kapasitas
·                Mengukur volume bahan cair dapat dilakukan dengan menggunakan gelas ukur atau pipet ukur
·                 Menyaring harus dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian antara alat dan bahan yang akan disaring
·                Memanaskan bahan dapat dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi dan gelas kimia melalui teknik prosedural
·                Mensterilkan atau sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan autoclave, yaitu alat sterilisasi dengan uap panas bertekanan.

3.2.     Saran
Dalam hal ini upaya-upaya dalam mengembangkan bahasa Indonesia perlu dilakukan berbagai pihak. Pemerintah wajib mengeluarkan kebijakan dan program yang mampu meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia, baik di bidang penelitian dan pengajaran bahasa Indonesia. Juga, rakyat Indonesia sebagai penutur aslinya harus meningkatkan kebanggaannya terhadap penggunaan bahasa Indonesia, misalnya dengan membatasi penggunaan bahasa asing yang sudah ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Widia. 2016. Makalah Cara Kerja Laboratorium. Diambil dari: http://widiadia96.blogspot.co.id/2016/04/makalah-cara-kerja-laboratorium.html. (Diakses pada 22 Oktober 2017).
Tresnaningsih, Erna. 2013. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium. Diambil dari: file:///E:/TUGAS%20PENDIDIKAN%20AGAMA%20ISLAM%20KELOMPOK%201/K3/10839173-120106055854-phpapp02.pdf. (Diakses pada 23 Oktober 2017).
Ginanjar, Galih. 2017. Cara Bekerja yang Baik dan Benar di Laboratorium. Diambil dari: http://dunianadirha.blogspot.co.id/2017/01/cara-bekerja-yang-baik-dan-benar-di.html. (Diakses pada 23 Oktober 2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMERIKSAAN SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) KIMIA KLINIK

Nama                : Ainan Dwi Lestari NIM                 : PO.71.3.203.17.1.003 Prodi                : D-III Teknologi Laboratoriu...