Tugas
Individu
Mata
Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Dosen Pengampu : Hj. Syahidah Djasang, SKM.,
M.MKes.
PEDOMAN
KERJA DI LABORATORIUM SECARA UMUM
OLEH :
Nama : Ainan Dwi Lestari Sunardi
NIM
: P0713203171003
PRODI
D-III ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK
KESEHATAN MAKASSAR
KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Pedoman Kerja Di
Laboratorium Secara Umum yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Makalah ini di susun oleh
penulis dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penulis
sendiri maupun yang datang dari luar. Namun dengan pertolongan Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan.
Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa(i) Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
kepada dosen pengampu kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah
kami pada tugas selanjutnya dan begitu pula kritik dan saran dari para pembaca.
Makassar,
23 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang ............................................................................. .... 1
1.2.
Rumusan
Masalah ............................................................................ 3
1.3.
Tujuan
........................................................................................... ... 3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Fasilitas
Laboratorium ....................................................................... 4
2.2.
Masalah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja .................................... 5
2.3.
Identifikasi
Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan dan
Pencegahannya ............................................................................................................ 6
2.4.
Pengendalian
Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja .................................................................................................. 15
2.5.
Pedoman
Cara Kerja di Laboratorium Secara Umum ..................... 19
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
................................................................................... .... iv
3.2.
Saran
................................................................................................. iv
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan
berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup
dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju
(dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi.
Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun
sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Diantara sarana
kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah
petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium
kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan
psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan
kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan
teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin
meningkat. Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap
bahan kimia yang merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar
serta bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alatalat yang
mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase
yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke
jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat
dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan
termasuk Laboratorium Kesehatan.
1.2.
Rumusan
Masalah
Bagaimana prosedur kerja di
labortorium secara umum?
1.3.
Tujuan
Mengetahui prosedur kerja di
laboratorium secara umum
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Fasilitas
Laboratorium
·
Laboratorium
kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan
pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan
masyarakat.
·
Desain
laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi
udara yang adekuat.
·
Desain
laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang
berbahaya yang dipakai.
·
Kesiapan
menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka
untuk menghindari bahaya kebakaran.
·
Untuk
menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman
dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendungbendung talam.
·
Dua
buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin.
·
Tempat
penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan
berbahaya dalam jumlah besar. - Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaam (P3K).
2.2. Masalah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non
kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya
bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
·
Kapasitas
Kerja
Status
kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
·
Beban
Kerja
Sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
·
Lingkungan
Kerja
Lingkungan
kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
2.3. Identifikasi
Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan dan
Pencegahannya
A.
Kecelakaan
Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan
di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu:
1)
Kecelakaan
medis, jika yang menjadi korban pasien.
2)
Kecelakaan
kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab
kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok:
1)
Kondisi
berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a)
Mesin,
peralatan, bahan dan lain-lain
b)
Lingkungan
kerja
c)
Proses
kerja
d)
Sifat
pekerjaan
e)
Cara
kerja
2)
Perbuatan
berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat
terjadi antara lain karena:
a)
Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b)
Cacat
tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c)
Keletihan
dan kelemahan daya tahan tubuh
d)
Sikap
dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa
contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
1)
Terpeleset,
biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan
kerja yang dapat terjadi di laboratorium.
a)
Akibat
:
·
Ringan
→ memar
·
Berat
→ fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
b)
Pencegahan
:
·
Pakai
sepatu anti slip
·
Jangan
pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
·
Hati-hati
bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata
konstruksinya
·
Pemeliharaan
lantai dan tangga
2)
Mengangkat
beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomic.
a)
Akibat
:
Ccedera
pada punggung
b)
Pencegahan
:
·
Beban
jangan terlalu berat
·
Jangan
berdiri terlalu jauh dari beban
·
Jangan
mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah
sambil berjongkok
·
Pakaian
penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat
3)
Mengambil
sample darah/cairan tubuh lainnya Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di
laboratorium
a)
Akibat
:
·
Tertusuk
jarum suntik
·
Tertular
virus AIDS, Hepatitis B
b)
Pencegahan
:
·
Gunakan
alat suntik sekali pakai
·
Jangan
tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung
dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip)
·
Bekerja
di bawah pencahayaan yang cukup
4)
Risiko
terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin
mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur
bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
a)
Akibat
:
·
Timbulnya
kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian
·
Timbul
keracunan akibat kurang hati-hati
b)
Pencegahan
:
·
Konstruksi
bangunan yang tahan api
·
Sistem
penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
·
Pengawasan
terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
·
Sistem
tanda kebakaran
Ć
Manual
yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
Ć
Otomatis
yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
·
Jalan
untuk menyelamatkan diri
·
Perlengkapan
dan penanggulangan kebakaran
·
Penyimpanan
dan penanganan zat kimia yang benar dan aman
B.
Penyakit
Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Laboratorium Kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai
penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya
terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses
penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh
dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh
antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan
tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO
(1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab
multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan
kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat
terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di
laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen
yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil
namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang
menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat
pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada
kulit, tegangan tinggi, radiasi dll); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll).
1)
Faktor
Biologis
Lingkungan
kerja pada pelayanan kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian
infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi
Pencegahan:
·
Seluruh
pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi
·
Sebelum
bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat
badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi
·
Melakukan
pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
·
Menggunakan
desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar
·
Sterilisasi
dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen
secara benar
·
Pengelolaan
limbah infeksius dengan benar
·
Menggunakan
kabinet keamanan biologis yang sesuai
·
Kebersihan
diri dari petugas
2)
Faktor
Kimia
Petugas
di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan
yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan:
·
”Material
safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui
oleh seluruh petugas laboratorium
·
Menggunakan
karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia
dan terhirupnya aerosol
·
Menggunakan
alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium)
dengan benar
·
Hindari
penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa
·
Menggunakan
alat pelindung pernafasan dengan benar
3)
Faktor
Ergonomi
Ergonomi
sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan
kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the
Man to the Job. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada
umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah
sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain).
4)
Faktor
Fisik
Faktor
fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
·
Kebisingan,
getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
·
Pencahayaan
yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan
kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja
·
Suhu
dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
·
Terimbas
kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar
·
Terkena
radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani
Pencegahan:
·
Pengendalian
cahaya di ruang laboratorium
·
Pengaturan
ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai
·
Menurunkan
getaran dengan bantalan anti vibrasi
·
Pengaturan
jadwal kerja yang sesuai
·
Pelindung
mata untuk sinar laser
·
Filter
untuk mikroskop
5)
Faktor
Psikososial
Beberapa
contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan
stress:
·
Pelayanan
kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang.
Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
·
Pekerjaan
pada unit-unit tertentu yang sangat monoton
·
Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja
·
Beban
mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal
2.4. Pengendalian
Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
A.
Pengendalian
Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain:
1)
UU
No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
2)
Petugas
kesehatan dan non kesehatan
3)
UU
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4)
UU
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
5)
Peraturan
Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan
6)
Peraturan
penggunaan bahan-bahan berbahaya
7)
Peraturan/persyaratan
pembuangan limbah dll
B.
Pengendalian
melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain:
1)
Persyaratan
penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas
umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2)
Pengaturan
jam kerja, lembur dan shift
3)
Menyusun
Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing
instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4)
Melaksanakan
prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian
alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll)
dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5)
Melaksanakan
pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan
pencegahannya
C.
Pengendalian
Secara Teknis (Engineering Control)
1)
Substitusi
dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2)
Isolasi
dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non
kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3)
Perbaikan
sistim ventilasi, dan lain-lain
D.
Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin
dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri
maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan
untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi:
1)
Pemeriksaan
Awal
Adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas
kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:
·
Anamnese
umum
·
Anamnese
pekerjaan
·
Penyakit
yang pernah diderita
·
Alrergi
¸ Imunisasi yang pernah didapat
·
Pemeriksaan
badan
·
Pemeriksaan
laboratorium rutin
Pemeriksaan
tertentu:
·
Tuberkulin
test
·
Psiko
test
2)
Pemeriksaan
Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu
antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan
ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang
dihadapi dalam pekerjaan.
3)
Pemeriksaan
Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak
hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat
disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe
condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
2.5. Pedoman
Cara Kerja di Laboratorium Secara Umum
A.
Mengenal
Bahan
Bahan kimia yang banyak digunakan
dalam praktikum dapat dikenali dengan berbagai cara, di antaranya sifatnya dan
fasanya ataupun melalui penginderaan seperti baunya. Sifat yang paling umum
adalah bersifat asam, basa, dan bentuk garam. Setiap kelompok ini juga dapat
dibagi lagi menjadi asam kuat, asam lemah, basa kuat, basa lemah,garam netral,
garam bersifat basa dan garam bersifat asam. Fasa bahan kimia dapat berbentuk
padatan, cairan, dan gas. Bahan kimia berbentuk padatan dapat dibagi
lagi menjadi bentuk kristal dan serbuk. Bentuk cairan misalnya semua pelarut
organik. Bentuk gas misalnya NH3, CO2, dan H2S.
Selain dengan cara di atas bahan juga dapat dikenali
dengan menggunakan indera misalnya tembaga sulfat bentuk kristal warna biru,
iodium bentuk kristal berwarna coklat ungu. Akan tetapi hanya dengan cara
melihat bentuknya atau membaui, terbatas hanya pada sebagian kecil bahan dan
hanya bagi orang yang sudah terbiasa bekerja dengan bahan kimia. Sebelum
mengenali bahan sebaiknya dikenali dulu sifatnya dengan melihat simbol bahaya
yang biasa tercantum pada label. Berikut beberapa simbol bahan-bahan yang
berbahaya:
1)
Harmful (Berbahaya)
Bahan kimia iritan menyebabkan luka
bakar pada kulit, berlendir, mengganggu sistem pernafasan. Semua bahan kimia
mempunyai sifat seperti ini (harmful) khususnya bila kontak dengan kulit,
dihirup atau ditelan.
2)
Toxic (Beracun)
Produk ini dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius bila bahan kimia tersebut masuk ke dalam tubuh
melalui pernafasan, menghirup uap, bau atau debu, atau penyerapan melalui
kulit.
3)
Corrosive (Korosif)
Produk ini dapat merusak jaringan
hidup, menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal bahkan dapat menyebabkan
kulit mengelupas.
4)
Flammable (Mudah Terbakar)
Senyawa ini memiliki titik nyala
rendah dan bahan yang bereaksi dengan air atau membasahi udara (berkabut) untuk
menghasilkan gas yang mudah terbakar (seperti misalnya hidrogen) dari hidrida
metal. Sumber nyala dapat dari api Bunsen dan permukaan metal panas.
5)
Explosive (Mudah Meledak)
Produk ini dapat meledak dengan
adanya panas, percikan bunga api, guncangan atau gesekan. Beberapa senyawa
membentuk garam yang eksplosif pada kontak (singgungan dengan logam atau
metal).
6)
Oxidator (Pengoksidasi)
Senyawa ini dapat menyebabkan
kebakaran. Senyawa ini menghasilkan panas pada kontak dengan bahan organik dan
agen pereduksi (reduktor) api listrik, dan lain-lain.
Berbagai contoh bahan kimia dengan fasa yang berbeda:
Padatan
|
Cairan
|
Gas
|
Ammonium
Asetat
|
Alkohol
|
Ammoniak
|
Ammonium
Hidroksida
|
Asam
Asetat
|
Fluor
|
Ammonium
Karbonat
|
Aseton
|
Formaldehid
|
Barium
Klorida
|
Asam
Fospat
|
Hidrogen
|
Kalium
Karbonat
|
Asam
Klorida
|
Hidrogen
Disulfida
|
Kalium
Klorida
|
Asam
Nitrat
|
Karbondioksida
|
Kupri
Asetat
|
Asam
Sulfat
|
Klor
|
Kupri
Sulfat
|
Benzena
|
Nitrogen
Dioksida
|
Natrium
Hidroksida
|
Karbondisulfida
|
Nitrogen
Oksida
|
Natrium
Klorida
|
Karbontetraklorida
|
Oksigen
|
B.
Mengenal
Bahan
Proses penuangan bahan kimia merupakan kegiatan yang sering
dilakukan dan memerlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri. Bacalah terlebih
dahulu label pada botol agar tidak terjadi kesalahan.
Adapun cara menuangkan bahan kimia berbentuk padat adalah
sebagai berikut:
·
Peganglah botol
dengan bagian yang berlabel di letakan pada permukaan tangan
·
Miringkan botol
secara per- lahan hingga bahan kimia keluar ke dalam tutup botol
·
Ketuk tutup
botol secara perlahan dengan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk sehingga
bahan kimia yang terdapat pada tutup jatuh ke wadah yang telah disediakan.
Ketuk secara perlahan spatula atau sendok dengan menggunakan telunjuk atau
batang pengaduk agar bahan kimia padat jatuh ke wadah yang diinginkan
Cara lain untuk menuangkan bahan kimia padat dari
dalam botol dapat dilakukan secara langsung, yaitu:
·
Buka tutup
wadah bahan kimia padat yang akan dipindahkan
·
Miringkan botol
secara perlahan dan guncang atau ketuk sehingga bahan kimia padat
yang ada di dalamnya jatuh ke arah wadah yang diinginkan
·
Setelah
diperoleh jumlah yang diinginkan, tutup kembali wadah bahan kimia padat
tersebut
Untuk
menuangkan bahan cair juga memerlukan ketelitian dan kehati-hatian. Menuangkan
bahan cair dapat dilakukan dengan cara berikut:
·
Bacalah label bahan pada botol
dengan teliti agar kita yakin akan bahan yang diambil.
·
Peganglah botol sedemikian rupa
sehingga label botol terletak pada telapak tangan.
·
Basahi tutup botol dengan bahan di
dalam botol dengan cara botol dimiringkan. Hal ini untuk memudahkan melepas
tutup botol.
·
Jika akan menuangkan, buka botol dan jepitlah tutup botol di
antara jari
·
Tuangkan bahan cair dengan bantuan batang pengaduk
Bila menuangkan ke dalam gelas ukur,
botol bahan dimiringkan secara langsung dengan tutup botol dijepit di antara
jari atau dengan cara ditampung terlebih dahulu di dalam gelas kimia kemudian
dituangkan ke dalam gelas ukur sesuai dengan volume yang diinginkan.
Jangan sekali-kali menuangkan cairan bahan kimia dari botol ke dalam gelas ukur
yang diameternya lebih kecil dari mulut botol. Dengan kata lain mulut botol
yang berisi bahan yang dituangkan harus lebih sempit dari mulut botol
penampungnya.
C.
Mengenal
Bahan
Ada beberapa jenis timbangan mulai
dari yang sederhana hingga yang sangat canggih dengan tingkat ketelitian yang
tinggi. Namun secara umum perhatikanlah bahwa timbangan di laboratorium umumnya
sangat peka karena bahan yang ditimbang sedikit, hanya beberapa gram saja, jadi
berbeda dengan cara menimbang di pasar. Menimbang dapat dilakukan dengan cara
berikut:
·
Bersihkan neraca dan piring neraca
dari sisa bahan
·
Setimbangkanlah neraca agar jarum
menunjukkan angka nol dengan cara menggeser sekrup pengatur
·
Timbang tempat bahan dengan cara
meletakkannya pada piring timbangan, lalu catat beratnya
·
Masukkan bahan yang akan ditimbang
ke dalam tempat bahan tadi, lalu timbanglah sesuai dengan yang diperlukan
ditambah berat tempat bahan. Timbanglah sampai benar-benar setimbang
·
Setelah selesai menimbang,
kembalikan semuanya pada posisi awal yaitu pada skala nol dan penahan piring
neraca dinaikkan piring neraca tidak bergoyang, lalu bersihkan timbangan dan
kembalikan ke tempat semula.
Neraca memiliki beberapa tipe dan
secara garis besar dibagi menjadi nerca halus (kapasitas kecil) dan neraca
kasar (kapasitas tinggi). Hal penting yang harus diperhatikan sebelum menimbang
adalah memperhatikan kapasitas neraca. Janganlah menimbang melebihi kapasitas
neraca.
D.
Mengukur
Volume Bahan Cair
Mengukur volume
dapat dilakukan dengan menggunakan gelas ukur atau pipet ukur. Gunakanlah
selalu peralatan yang bersih supaya tidak ada bahan yang tersisa pada alat
ukur. Mengukur volume bahan cair dengan gelas ukur dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
·
Gunakanlah gelas ukur yang ukurannya
sesuai dengan volume bahan yang akan diukur
·
Bacalah skala pada gelas ukur dan
tentukan harga setiap skala, misalnya tiap skala 0,1
·
Isilah gelas ukur dengan bahan yang
akan diukur volumenya.
·
Bacalah skalanya sesuai dengan yang diinginkan. Pembacaan
skala harus lurus dengan mata. Perhatikan permukaan zat cair yang diukur. Bila
permukaan cekung, dibaca pada bagian terbawah permukaan. Bila permukaannya
cembung, bacalah pada permukaan yang paling atas
·
Jika volume yang diinginkan sudah
tepat, tuangkan ke dalam wadah yang lain dan jangan lupa bersihkan kembali
gelas ukur yang telah dipakai
Jika mengukur volume bahan cair dengan
menggunakan pipet ukur, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·
Pilihlah pipet ukur yang sesuai
volumenya dan benar-benar bersih
·
Bilas dengan air suling kemudian
dengan zat cair yang akan diukur volumenya
·
Isaplah zat cair yang akan diukur
sampai di atas garis batas (jangan mengukur bahan berbahaya dengan cara ini)
tetapi gunakan pipet dengan pengisap karet
·
Tutup ujung pipet dengan telunjuk,
kemudian angkat. Keringkan ujung pipet dengan kertas saring dan turunkan
permukaan zat cair dengan cara membuka ujung telunjuk secara hati-hati sampai
tanda volume
·
Masukkan zat cair ke dalam tempat
yang disediakan. Jangan lupa mencuci kembali alat ukur yang digunakan
E.
Menyaring
Untuk menyaring dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
·
Gunakan kertas saring yang sesuai dengan
yang diinginkan
·
Bentuklah kertas saring sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan ukuran corong. Penyobekan bagian bawah kertas
saring yang dilipat adalah untuk memberikan udara sehingga proses penyaringan
berjalan lancar
·
Tempatan kertas saring pada corong
dan basahilah kertas saring dengan air suling sehingga benar-benar melekat
·
Pasang corong pada statif dan
masukkan ke dalam penampungan filtrate
·
Tuangkan campuran yang akan disaring
ke atas corong, hati-hati jangan sampai melebihi kertas saring
F.
Memanaskan
Adapun beberapa cara memanaskan
bahan antara lain:
1)
Cara pemanasan larutan dalam tabung
reaksi
Pemanasan tabung reaksi sering
dilakukan dalam suatu percobaan di laboratorium. Ada banyak reaksi yang harus
dilakukan pemanasan untuk mempercepat proses reaksi. Tata cara melakukan
pemanasan tabung reaksi adalah:
·
Isi tabung reaksi sebagian saja,
sekitar sepertiganya
·
Api pemanas terletak pada bag bawah
larutan
·
Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata
·
Arah mulut tabung reaksi pada tempat
yang kosong agar percikannya tidak mengenai orang lain
2)
Cara memanaskan dengan gelas kimia
Pemanasan yang
dilakukan menggunakan gelas kimia (bukan tabung reaksi) maka harus
memperhatikan aturan sebagai berikut:
·
Gunakan kaki tiga sebagai penopang
gelas kimia tersebut
·
Letakkan batang gelas atau batu
didih pada gelas kimia untuk menghindari pemanasan mendadak
·
Jika gelas kimia tersebut berfungsi
sebagai penas air, isikan air seperempatnya saja supaya tidak terjadi tumpahan
G.
Mensterilkan
Mensterilkan
atau sterilisasi adalah proses pemusnahan semua bentuk kehidupan. Suatu obyek
dikatakan steril artinya bebas dari mikroorganisme. Proses
sterilisasi bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti cara fisik, yaitu
dengan suhu panas dan radiasi ultra violet atau sinar x atau dengan cara
kimiawi, yaitu dengan menggunakan bahan kimia. Sterilisasi dengan suhu
panas dapat berupa udara kering atau dengan uap bertekanan. Cara yang
paling sering digunakan adalah sterilisasi dengan menggunakan uap panas
bertekanan. Alat sterilisasi dengan menggunakan uap panas
bertekanan disebut dengan autoclave.
Autoclave
memiliki berbagai model dengan cara kerja yang berbeda dan pemanasan
menggunakan gas ataupun listrik. Namun prinsipnya sama yaitu semua objek yang
akan disterilkan dibungkus dengan kertas buram, kemudian diikat dengan benang
kasur dan dimasukkan ke dalam autoclave dan panaskan kemudian tutup katup
tekanan sehingga suhu yang diinginkan dicapai. Biarkan pada suhu yang
diinginkan sesuai dengan waktu sterilisasi yang diperlukan. Lamanya sterilisasi
tergantung pada obyek yang akan disterilkan dan volumenya.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan
bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat
bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama
yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan
sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat,
memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di
laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas
sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut. Keterlibatan dan komitmen yang
tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai
peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas
kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus
berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan
sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di
laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas
sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju
Indonesia Sehat 2010.
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai cara kerja laboratorium
antara lain sebagai berikut:
·
Mengenal bahan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya mengenali sifat dan fasanya ataupun melalui
penginderaan seperti baunya serta memperhatikan simbol yang tertera
·
Menuangkan bahan memerlukan
ketelitian dan kehati-hatian dan memiliki procedural yang berbeda antara bahan
padat dan bahan cair
·
Menimbang harus dilakukan
dengan kecermatan dan memperhatikan kapasitas alat yang digunakan sehingga
tidak melebihi kapasitas
·
Mengukur volume bahan cair dapat
dilakukan dengan menggunakan gelas ukur atau pipet ukur
·
Menyaring harus dilakukan
dengan memperhatikan kesesuaian antara alat dan bahan yang akan disaring
·
Memanaskan bahan dapat dilakukan
dengan menggunakan tabung reaksi dan gelas kimia melalui teknik prosedural
·
Mensterilkan atau sterilisasi dapat
dilakukan dengan menggunakan autoclave, yaitu alat sterilisasi dengan uap panas
bertekanan.
3.2. Saran
Dalam hal ini upaya-upaya dalam mengembangkan bahasa
Indonesia perlu dilakukan berbagai pihak. Pemerintah wajib mengeluarkan
kebijakan dan program yang mampu meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia,
baik di bidang penelitian dan pengajaran bahasa Indonesia. Juga, rakyat
Indonesia sebagai penutur aslinya harus meningkatkan kebanggaannya terhadap
penggunaan bahasa Indonesia, misalnya dengan membatasi penggunaan bahasa asing
yang sudah ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Widia.
2016. Makalah Cara Kerja Laboratorium.
Diambil dari: http://widiadia96.blogspot.co.id/2016/04/makalah-cara-kerja-laboratorium.html.
(Diakses pada 22 Oktober 2017).
Tresnaningsih,
Erna. 2013. Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Laboratorium. Diambil dari: file:///E:/TUGAS%20PENDIDIKAN%20AGAMA%20ISLAM%20KELOMPOK%201/K3/10839173-120106055854-phpapp02.pdf.
(Diakses pada 23 Oktober 2017).
Ginanjar,
Galih. 2017. Cara Bekerja yang Baik dan
Benar di Laboratorium. Diambil dari: http://dunianadirha.blogspot.co.id/2017/01/cara-bekerja-yang-baik-dan-benar-di.html.
(Diakses pada 23 Oktober 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar